Jakarta – Kericuhan yang terjadi dalam gelaran Muktamar ke-X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi sorotan tajam berbagai pihak. Peristiwa yang sejatinya menjadi momentum konsolidasi partai justru berubah menjadi arena konflik, penuh saling klaim dan kegaduhan politik. Di tengah riuhnya suasana, pernyataan pengamat politik Dr. Iswadi memberikan sudut pandang yang tajam namun reflektif Demokrasi kita butuh kedewasaan dalam berdemokrasi.
Pernyataan tersebut lahir sebagai respons terhadap dinamika yang memanas selama proses Muktamar, yang diwarnai oleh klaim sepihak dari sejumlah pihak soal dukungan mayoritas DPW untuk calon ketua umum tertentu. Tidak sedikit di antara klaim tersebut yang segera dibantah, bahkan oleh pimpinan wilayah yang namanya dicatut. Bagi publik, yang tampak bukan sekadar persaingan politik internal, tetapi cerminan dari problem mendasar dalam tata kelola demokrasi di tingkat partai.Hal tersebut disampaikan nya kepada wartawan Melalui pesan WhatsApp,, Minggu 28 September 2025
Menurut Dr. Iswadi, apa yang terjadi bukanlah hal baru dalam praktik politik Indonesia. Namun, yang membuatnya menjadi perhatian adalah betapa pola pola seperti ini terus berulang saling klaim, pengabaian prosedur, hingga minimnya etika dalam berkompetisi.
Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tersebut mengatakan Demokrasi bukan sekadar hak untuk memilih atau dipilih. Demokrasi adalah kemampuan untuk menghormati proses, menjaga etika, dan menjunjung tinggi kesepakatan bersama. Jika itu semua hilang, yang tersisa hanyalah kompetisi kosong yang berujung konflik
Menurut Dr.Iswadi Di titik ini, Muktamar PPP seharusnya menjadi ruang untuk menata ulang arah perjuangan partai, bukan menjadi panggung perebutan kekuasaan semata. Apalagi PPP tengah berada dalam fase kritis setelah gagal menembus ambang batas parlemen pada Pemilu 2024 lalu. Iswadi menyebut, justru karena situasi yang genting inilah, muktamar seharusnya diisi dengan semangat pembaruan, bukan perpecahan.
Partai seperti PPP membawa sejarah panjang dalam demokrasi Indonesia. Jika hari ini mereka gagal menunjukkan kedewasaan dalam menjalankan mekanisme internal, maka kepercayaan publik yang sudah rapuh bisa makin hilang lanjut Pria kelahiran Pidie Aceh ini
Klaim dukungan dari 20 DPW yang tidak jelas asal usulnya, serta pernyataan pernyataan dari elite partai yang saling bertentangan, membuat publik bertanya tanya: apakah partai ini sedang membangun demokrasi, atau justru sedang mempertontonkan kegagalannya? Dr. Iswadi tidak menyalahkan kompetisi, namun ia menekankan pentingnya menjaga marwah demokrasi melalui kedewasaan sikap.
Ia menyoroti bahwa demokrasi memang memberi ruang bagi perbedaan, bahkan konflik. Namun semua itu harus dijalankan dalam kerangka aturan main yang adil dan transparan. Tanpa itu, demokrasi hanya menjadi formalitas yang mudah direkayasa demi kepentingan kekuasaan.
Kemenangan dalam demokrasi harus diperoleh lewat proses yang legitimate. Bukan lewat klaim sepihak, bukan lewat intimidasi, dan bukan lewat manipulasi suara, tegasnya. Dalam konteks lebih luas, kericuhan di Muktamar PPP mencerminkan wajah demokrasi Indonesia saat ini: prosedural, tetapi belum substantif. Demokrasi Indonesia hari ini masih sering jatuh pada praktik transaksional, penuh manuver elitis, dan miskin etika kolektif. Muktamar yang seharusnya menjadi pesta intelektual dan ruang pembaruan gagasan, justru berubah menjadi ruang perebutan jabatan yang mengabaikan substansi.
Dr. Iswadi mengajak semua pihak untuk menjadikan peristiwa ini sebagai pelajaran penting. Bukan hanya bagi PPP, tetapi juga bagi partai partai lain, dan publik secara luas. Ia mengingatkan bahwa kekuasaan yang lahir dari proses cacat akan menghasilkan kepemimpinan yang lemah, tanpa legitimasi moral maupun politik.
Menutup pandangannya, Iswadi menyampaikan harapan bahwa PPP mampu melakukan koreksi dan rekonsiliasi internal secara dewasa. Kader kader muda dan tokoh senior partai diharapkan bisa bersatu dalam menyelamatkan arah perjuangan partai ke depan.
Jika kita ingin demokrasi ini tumbuh sehat, maka partai politik sebagai pilar utamanya harus mampu menjadi teladan. Dimulai dari menghormati proses, menerima perbedaan, dan tidak menjadikan perbedaan sebagai ancaman, pungkasnya.
Muktamar PPP telah berlangsung. Namun jejak peristiwanya meninggalkan catatan penting: demokrasi bukan sekadar peristiwa lima tahunan, melainkan ujian integritas setiap hari. Kedewasaan dalam berdemokrasi bukan hanya soal menerima hasil, tapi juga soal bagaimana proses itu dijalani dengan jujur, adil, dan bertanggung jawab.